Minggu, 08 April 2018

PEMBELAJARAN DENGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF


PEMBELAJARAN DENGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF 
Oleh: Arif Saeful Hikmat
http://www.enettechnologies.com
A.    Pengertian Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2012:2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara  alamiah.  Sedangkan Surya (2014:204) menyatakan bahwa belajar adalah Suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Adapun menurut Vygotsky (1978:34) mengartikan bahwa belajar adalah suatu kegiatan konstruktivisme dimana siswa merupakan subjek belajar aktif yang menciptakan struktur-struktur kognitifnya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.Kesimpulan yang bisa diambil dari ketiga pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Berangkat  dengan pendapat di atas, pada proses belajar mengajar di kelas guru tidak hanya memberikan materi pelajaran tetapi lebih kepada penanaman karakter peserta didik karena pada dasarnya tingkah laku setiap peserta didik berbeda dan unik. Akhir-akhir ini, konsep belajar didekati menurut paradigma konstruktivisme. Menurut paham konstruktivistik, belajar merupakan hasil konstruksi sendiri (pebelajar) sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar. Pengkonstruksian pemahaman dalan ivent belajar dapat melalui proses asimilasi atau akomodasi (Daryanto, 2013:2). Pada proses pembelajaran sekarang ini, guru tidak menjadi pusat belajar di kelas tetapi siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dan mencari sendiri materi yang mereka butuhkan baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Hilgard dalam Sanjaya (2012:112) mengemukakan bahwa belajar itu adalah proses perubahan  melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan ilmiah. Belajar akan lebih menyenangkan jika siswa tidak hanya belajar di kelas tetapi dikenalkan dengan lingkungan sekitarnya supaya dapat langsung berinteraksi langsung dengan sumber belajar. Sejalan dengan pendapat di atas Sardiman (2011:21) mengemukakan pengertian belajar sebagai usaha mengubah tingkah laku dan belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan ini tidak hanya dikaitkan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri.
Menurut Komara (2014:1) bahwa dalam implementasinya belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Para pakar pendidikan pada umumnya memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah, pandangan ini memisahkan pengertian tegas antara proses belajar dengan kegiatan yang semata-mata bersifat hapalan.
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa belajar itu adalah suatu proses yang dilakukan oleh manusia yang bertujuan tidak hanya adanya perubahan tingkah laku, pengetahuan, keterampilan dan sikap tetapi juga terdapat perubahan pada watak, dan penyesuaian diri terhadap lingkungan yang dihadapinya.
Keberhasilan dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berfungsinya secara integratif dari setiap faktor pendukung. Menurut Hanafiah, dkk (2012:8) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar antara lain :
a)    Siswa dengan sejumlah latar belakangnya yang mencakup tingkat kecerdasan, bakat, minat, sikap, motivasi, keyakinan, kesadaran, disiplin dan tanggung jawab.
b)   Guru profesional yang memiliki kompetensi pedagogik, sosial, personal dan profesional, kualifikasi pendidikan yang memadai dan kesejahteraan yang memadai.
c)    Atmosfer pembelajaran partisipatif dan interaktif yang dimanivestasikan dengan adanya komunikasi timbal balik dan multi arah secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan yaitu komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, komunikasi kontekstual dan integratif antara guru, siswa dan lingkungan.
d)   Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran, sehingga siswa merasa betah dan bergairah untuk belajar.
e)    Kurikulum sebagai kerangka dasar atau arahan khusus mengenai perubahan tingkah laku siswa secara integral baik berkaitan dengan kognitif, afektif maupun psikomotor.
f)    Lingkungan agama, sosial, politik, budaya, ekonomi, ilmu dan teknologi serta alam sekitar yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran yang menyenangkan.
g)   Atmosfer kepemimpinan pembelajaran yang sehat, partisipatif, demokratis dan situasional yang dapat membangun kebahagiaan intelektual, kebahagiaan emosional dan spiritual.
h)   Pembiayaan yang memamdai.
Dari penjelasan mengenai belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan peserta didik untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2.  Pengertian Pembelajaran
     Gagne dan Briggs (dalam Ahmad Sudrajat 2009) mengartikan instruction  atau  pembelajaran  adalah  suatu  sistem  yang   bertujuan  untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Menurut Surya (2013:111)  pembelajaran merupakan  suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku secara menyeluruh, sebagai hasil dari interaksi individu itu dengan lingkungannya.
Sejalan dengan teori diatas, pendidikan di Indonesia pun sudah diatur  sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu menyentuh segala aspek kehidupan peserta didik. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 yang menyatakan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Undang-undang tersebut menyatakan bahwa proses pembelajaran mengharuskan supaya siswa terlibat aktif dalam rangka menemukan dan mengembangkan potensi dirinya dan guru sebagai contoh teladan diharapkan mampu mendorong siswanya kearah tujuan yang diharapkan.
Terdapat ha-hal penting yang dapat dikritisi dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut, yaitu :
a.         Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah harus berangkat dari usaha sadar yang terencana, tidak sembarangan dan asal jadi tanpa memperhitungkan input dan output peserta didiknya.
b.        Proses pendidikan yang telah direncanakan diarahkan untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran yang bermakna, artinya antara proses dan hasil belajara harus seimbang.
c.         Suasana belajar dan pembelajaran diarahkan agar peserta didik dengan leluasa dapat mengembangkan potensi dirinya secara utuh. Oleh sebab itu peran guru selain sebagai pengajar dan  pendidik, juga harus dapat berperan sebagai pembimbing dan penyemangat. Proses pendidikan dirahkan dan berorientasi kepada siswa (student active learning).
d.        Dalam proses pendidikan selain mendorong pada potensi akademik peserta didik, guru juga memberikan pemahaman bahwa setiap anak mempunyai potensi spiritual keagamaan, kepribadian, akhlak mulia, pengendalian diri, kecerdasan, dan keterampilan yang kelak akan dibutuhkan baik oleh dirinya maupun bagi lingkungan masyarakat sekitarnya. Sanjaya (2006: 2). 

Sepaham dengan teori-teori di atas maka proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus benar-benar mengupayakan dan memberdayakan peserta didik supaya terlibat dalam proses pembelajaran tersebut. Peserta didik bukan hanya objek belaka tapi peserta didik harus melakukan, merasakan dan melakukan pengalaman belajarnya secara langsung. Selain itu tujuan dari pembelajaran bukan hanya domain pengetahuan semata tetapi harus melibatkan domain yang lainnya diantara domain apektif dan psikomotorik sehingga dari hasil belajar melalui proses pembelajaran peserta didik dapat merasakan hasil belajar secara sempurna dengan melibatkan ketiga domain pengetahuan, apektif dan psikomotorik.

3.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar
    Keberhasilan dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berfungsinya secara integratif dari setiap faktor pendukung. Menurut Hanafiah, dkk (2012:8) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar antara lain :
a.    Siswa dengan sejumlah latar belakangnya yang mencakup tingkat kecerdasan, bakat, sikap, minat, motivasi, keyakinan, kesadaran, disiplin, dan tanggung jawab.
b.    Guru profesional yang memiliki kompetensi pedagogik, sosial, personal, dan profesional, kualifikasi pendidikan yang memadai dan kesejahteraan yang memadai.
c.    Atmosfer pembelajaran partisipatif dan interaktif yang dimanivestasikan dengan adanya komunikasi timbal balik dan multi arah secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan yaitu komunikasi antara guru dengan siswa, komunikasi antara siswa dengan siswa, komunikasi kontekstual dan integratif antara guru, siswa, dan lingkungannya.
d.    Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran, sehingga siswa merasa betah dan bergairah untuk belajar yang mencakup lahan tanah antara lain kebun sekolah, halaman dan lapangan olahraga. Bangunan antara lain ruangan kantor, kelas, laboratorium, perpustakaan, dan ruang aktifitas ekstrakulikuler. Perlengkapan natara lain alat tulis kantor, media pembelajaran baik elektronik maupun manual.
e.    Kurikulum sebagai kerangka dasar atau arahan khusus mengenai perubahan tingkah laku siswa secara integral baik yang berkaitan dengan kognitif, afektif, maupun psikomotor.
f.     Lingkungan agama, sosial, budaya politik, ekonomi, ilmu dan teknologi serta lingkungan alam sekitar yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Lingkungan ini merupakan faktor peluang untuk terjadinya belajar kontekstual.
g.    Atmosfer kepemimpinan pembelajaran yang sehat, partisipatif, demokratis dan situasional yang dapat membangun kebahagiaan intelektual, kebahagiaan emosional dan kebahagiaan spiritual.
h.    Pembiayaan yang memadai.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap aspek baik internal maupun eksternal yang menyangkut pendidikan dan pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pendidikan secara umum maupun pembelajaran secara khusus. Faktor – faktor tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena saling berhubungan dan membutuhkan.

B.  Teori- teori Belajar
1.  Teori belajar kognitif
Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, bagi Piaget kognitif berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnyaskema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Asumsi dasar teori kognitif adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori kognitif proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Sejalan dengan pemikiran di atas telah terdapat teori-teori  belajar yang berguna untuk mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas. Salah satu diantaranya adalah teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses memfungsikan unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Surya (2014: 144) bahwa   perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi yang konstan antara individu dengan lingkungan melalui dua proses yaitu organisasi dan adaptasi, sehingga dari dua proses tersebut  menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Teori belajar kognitif ini memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut teori belajar kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. (www.wikipedia).
Sejalan dengan pemikiran di atas maka, untuk membangun kognisi peserta didik perlu kiranya guru memberikan pengalaman pembelajaran yag bermakna pada peserta didik  seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya  (2014) bahwa untuk membangun pengetahuan peserta didik diperlukan media ataupun instrumen diantaranya gambar-gambar yang relevan sebagai alat untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik. Sehingga dengan media gambar peserta didik dapat memadukan (integrating) dan membangun hubungan antara pesan yang disampaikan dengan kognisi peserta didik.

2. Teori Behaviorisme
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dipelopori dan dicetusksn oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Psikologi Behaviorisme berpendapat bahwa perilaku terbentuk melalui perkaitan antara stimulus (rangsangan) dengan respons (reaksi). Menurut pendekatan ini, perilaku adalah sesuatu yang dapat diamati oleh alat indera. (Surya, 2014:129).
Teori pembelajaran Behaviorisme dibedakan antara teori pelaziman klasik (classical conditioning) dan teori pelaziman operan (operant conditioning). Teori pelaziman klasik dipelopori oleh IP Pavlov, seorang ahli fisiologi dari Rusia. Konsep yang dihasilkan dari percobaan Pavlov banyak memberikan landasan bagi proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam pembentukan kebiasaan. Bagi pembelajaran dalam pendidikan, teori Pavlov ini banyak memberikan sumbangan dalam hal pembentukan kebiasaan, pentingnya latihan, pentingnya motivasi, proses generalisasi, dan sebagainya. (Surya,2014: 131).
Penerus kajian Pavlov ialah Edwar Thorndike yang melakukan kajian yang menuntut reaksi perilaku subjek percobaannya tetapi yang dikaji adalah pada perilaku bukan pada reflesnya. Ada tiga hukum pembelajaran dalam teori Thorndike, yaitu hukum hasil (law of effect), hukum latihan (law of exercise), dan hukum kesiapan (law of readiness). Atas ketiga hukum tersebut, maka pembelajaran akan lebih efektif apabila memberikan hasil yang memuaskan, disertai dengan banyak latihan dan memiliki kesiapan untuk melakukan aktivitas pembelajaran.
Teori pelaziman selanjutnya diteruskan dengan teori pelaziman operan yang dikembangkan oleh Skinner. Skinner berpendapat bahwa respons individu tidak hanya terjadi karena adanya rangsangan dari lingkungan, tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu di lingkungan yang tidak diketahui atau tidak disadari. Pembelajaran  menurut teori ini adalah perubahan suatu respons yang dikehendaki, dari proses pembelajaran akan dihasilkan respons baru. Teori Skinner ini banyak banyak diterapkan dalam bidang pendidikan formal terutama dalam metode dan teknologi pengajaran. Memilih rangsangan dan memberikan peneguhan merupakan unsur utama dalam pengajaran. Dalam pengajaran di kelas, unsur pelajar perlu mendapat perhatian, terutama dalam  aspek perbedaan individual, kesiapan untuk pembelajaran dan motivasi.

3. Teori Belajar Bermakna
          Teori belajar bermakna dikemukakan oleh Davis Ausubel, ia adalah seorang ahli psikologi yang terkenal dengan teori belajar bermakna (meaningfull). Ausubel membedakan antara belajar menemukan dan belajar menerima. Pada belajar menerima peserta didik hanya menerima, jadi hanya menghafalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh peserta didik jadi tidak menerima pelajaran begitu saja.
          Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada. Stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu pada waktu tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seeorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
          Berangkat dari pemaparan di atas  inti dari teori belajar bermakna  adalah proses belajar akan mendatangkan hasi atau bermakna jika guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang sesuai yang sudah ada dalam struktur kognisi peserta didik.
Dari beberapa teori pembelajaran di atas, peneliti menyimpulkan bahwa teori pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan dan pembelajaran bahkan ahli psikologi banyak berpengaruh terhadap pembelajaran di kelas. Guru di kelas sebaiknya menjadi fasilitator yang dapat menyampaikan tidak hanya materi pelajaran tetapi juga harus dapat melihat dan menilai peserta didik dari berbagai sisi dan aspek dengan segala latar belakangnya.
Ketiga teori di atas sangat berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini. teori belajar Kognitif yang dikemukakan oleh Piaget menitikberatkan dalam pemahaman dan penguasaan konsep pelajaran dalam hal ini pelajaran sosiologi. Dalam pelajaran sosiologi pokok bahasan klasifikasi sosial terdapat beberapa macam kateogori kelompok sosial. Teori ini mendukung dalam mengarahkan siswa menggunakan kemampuan mengingat, mendeskripsikan, mengucapkan, mengklasifikasikan, dan sebagainya.
Teori belajar Behavioristik berkaitan erat dengan proses pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru sebagai fasilitator memberikan stimulus (rangsangan) yang positif kepada siswa agar siswa dapat lebih mandiri dalam belajar. Siswa menggunakan semua inderanya agar dapat menerima rangsangan berupa materi pelajaran dari guru dan dapat memberikan respon berupa latihan-latihan atau evaluasi yang akhirnya akan dilihat dari hasil belajar.
Pembelajaran tidak hanya dapat berangsung di dalam kelas dengan terus menerus dibimbing oleh guru. Guru menyediakan media untuk menunjang pembelajaran baik media sederhana maupun media yang menggunakan teknologi dengan tujuan agar pembelajaran lebih menarik dan bermakna. Teori tentang Belajar bermakna juga sangat berkaitan erat dengan penelitian ini. Pemanfaatan multimedia interaktif model tutorial diharapkan dapat menjadi salah satu pemecahan masalah yang masih dianggap sulit untuk dilakuakan terutama oleh guru. Peneliti mencoba melihat masalah yang ada di sekolah dalam pemanfaatan media yang ada termasuk multimedia interaktif yang selama ini masih terabaikan. Sesuai dengan inti dari teori belajar bermakna pemanfaatan multimedia interaktif model tutorial berkaitan erat dengan upaya ynag dilakukan oleh guru sebagai fasilitator untuk memberikan layanan pembelajaran kepada peserta didik sehingga materi ajar akan lebih mudah disampaikan.

B.  Multimedia Interaktif
1.        Pengertian multimedia interaktif
Multimedia interaktif menurut Sanjaya (2014: 225) adalah multimedia yang tidak bersifat linier, namun siswa memiliki pilihan sesuai dengan menu yang ditawarkan.Menurut Ariani (2010: 25) multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengontrol dan pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya tanpa berurutan. Darmawan (2011:31) berpendapat bahwa :
“Pemahaman mengenai media terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi baik untuk aspek software maupun hardware yang mendukungnya.  Seiring dengan perkembangan dunia TI, pemaknaan “multimedia”ini semakin bergeser pada aspek pengintegrasian system dan jaringan serta prosedur komunikasi dalam sebuah perangkat khusus, seperti televise, radio, computer, notebook, netbook. Demikian juga dengan perkembangan di bidang telekomunikasi, sistem jaringan menjadi lebih memperkuat pemaknaan multimedia semakin modern, seperti adanya perubahan dari media kabel menjadi wireless (tanpa kabel) melalui penggunaan fiber optic oleh industri telekomunikasi dewasa ini”.

Sejalan dengan pemikiran di atas Robin dan Linda (2001) dalam Darmawan (2011: 32) menyebutkan bahwa multimedia sebagai alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan dan interaktif yang mengombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan video. Selanjutnya Hofsteder (2001) menyebutkan bahwa multimedia dapat dipandang sebagai sebagai suatu pemanfaatan computer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai untuk melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi.
Berangkat dari pendapat di atas multimedia interaktif dalam konteks pembelajaran dapat dimanfaatkan dan memberikan pengalaman belajar secara langsung karena peserta didik bisa berinteraksi secara langsung dengan tampilan berbagai multimedia yang ditampilkan.Menurut Sanjaya (2014: 219) ada tiga hal yang harus kita pahami dalam pembelajaran multimedia.
Pertama, pembelajaran melalui multimedia menggunakan bermacam media seperti teks, gambar (foto), animasi, film (video), audio dan lain sebagainya yang digunakan secara bersamaan. Kedua, bermacam-macam media yang digunakan, dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran yang secara spesifik dirumuskan sebelumnya.Ketiga pembelajaran melalui multimedia didesain secara khusus. Dengan demikian pemakaian berbagai macam media bukanlah dilaksanakan secara kebetulan akan tetapi dilaksanakan melalui proses perencanaan, pengembangan dan uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan.

2.  Manfaat dan karakteristik multimedia interaktif
Secara umum manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan multimedia interaktif adalah proses pembelajaran jelas lebih menarik, kualitas belajar siswa dapat lebih termotivasi dan terdongkrak dan belajar mengajar dapat dilakukan dimana dan kapan saja (sangat fleksibel), serta sikap dan perhatian belajar siswa dapat ditingkatkan dan dipusatkan. Beberapa manfaat penggunaan multimedia khususnya untuk peserta didik sebagai subjek belajar diantaranya :
1)      penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran dapat melayani perbedaan gaya belajar ;
2)      pembelajaran akan lebih bermakna, artinya multimedia memungkinkan menagajak siswa untuk lebih aktif belajar;
3)      multimedia dapat digunakan untuk pembelajaran individual, yang berarti dalam hal tertentu sebagian tugas guru khususnya yang berhubungan dengan menanamkan pengetahuan (imparting knowledge) dapat diwakili dengan multimedia ;
4)      multimedia dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk mempelajari topik tertentu ;
5)      multimedia dapat mengemas berbagai jenis materi pelajaran. Artinya, melalui multimedia siswa dapat mempelajari data dan fakta, konsep, generalisasi, bahkan teori dan keterampilan. Sanjaya (2014:222-223).

Adapun karakteristik multimedia interaktif diantaranya: pertama, memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual. Kedua, bersifat interaktif dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respon pengguna. Ketiga, bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa mengoperasikan tanpa bimbingan orang lain. Menurut Darmawan (2011: 33) multimedia memiliki karakteristik yaitu, 1) content representation; 2) full color and high resolution; 3) melalui media elektronik; 4) tipe-tipe pembelajaran yang bervariasi; 4) respons pembelajaran dan penguatan; 5) mengembangkan prinsip self evaluation; dan 6) dapat digunakan secara klasikal atau individual.

3. Komponen-komponen multimedia interaktif
            Dari beberapa pengertian multimedia menurut para ahli di atas, pada prinsipnya pembelajaran dengan memanfaatkan multimedia adalah gabungan antara beberapa teks, suara (audio), animasi, bagan dan grafik serta memiliki interaksi anatara pengguna dengan media tersebut. Adapun komponen yang terdapat pada multimedia interaktif  menurut Sanjaya (2014: 227)  adalah :
a.    Teks, adalah rangkaian tulisan yang tersusun sehingga memiliki makna sebagai informasi yang hendak disampaikan. Teks merupakan jenis media yang paling dominan pemakainnya dalam multimedia terutama ketika belum ditemukannya unsur-unsur lain dalam internet seperti gambar (foto) termasuk gambar hidup seperti film dan video.
b.    Suara (audio), merupaka unsure penting yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan multimedia. Ada dua fungsi pengembangan suara dalam multimedia yakni fungsi penjelasan (eksplanation) dan fungsi efek suara (sound efek).
c.    Animasi, animasi dibuat dari berlembar-lembar kertas gambar yang kemudian di “putar” sehingga muncul efek gambar bergerak. Dengan bantuan computer film animasi menjadi sangat mudah dan cepat.
d.    Bagan dan grafik, fungsinya adalah untuk menyajikan idea tau gagasan yang sulit bila hanya disampaikan melalui teks atau suara saja. Dengan demikian fungsi bagan untuk memperjelas penyajian informasi/ pesan yang biasanya disajikan melalui suara.
e.    Interaktif, dalam multimedia interaktif pengguna dapat langsung berinteraksi dengan alat dengan cara menekan mouse atau objek pada screen seperti button atau teks dan menyebabkan program melakukan perintah tertentu. Interaktif link dengan informasi yang dihubungkannya sering kali dihubungkan secara keseluruhan sebagai hypermedia. Secara spesifik dalam hal ini termasuk hypertext (hotword), hypergraphics dan hypersound menjelaskan jenis informasi yang dihubungkan.

5.  Rancangan multimedia interaktif
Guna menghasilkan multimedia yang baik, perlu dilakukan analisa sesuai langkah-langkah yang tepat. Adapun yang perlu diperhatikan dalam prosedur pembuatan multimedia interaktif adalah :
a.         Audience,
b.         Analysis,
c.         Technology analysis,
d.         Situation analysis,
e.         Task analysis,
f.           Critical incident analysis,
g.         Objective analysis,
h.         Issue analysis,
i.           Media analysis,
j.           Extand analysis,
k.         Cost analysis
Selanjutnya Owens dkk dalam Asyhar (2011:175) mengemukakan struktur isi dari suatu sistem pembelajaran berbasis multimedia interaktif sebagai berikut:
a.       Jabarkan content ke dalam unit-unit materi, pengelompokkan ini dikategorikan ke dalam enam jenis informasi, yaitu :
1)      Konsep (idea tau definisi)
2)      Proses (sistem atau ide yang terkait)
3)      Prosedur (langkah-langkah dalam suatu proses)
4)      Fakta (bagian tunggal informasi), dan
5)      Sistem (identitas fisik dengan komponen operasional).
b.      Petakan informasi, dalam memetakan informasi ini, dilakukan beberapa tahapan:
1)   Buat outline pelajaran atau peta konsep
2)   Rancang bagan alir (flowchart) dari materi, flowchart ini dapat dikembangkan dalam dua model, yaitu:
a)    High level course flowchart, flowchart ini menggambarkan aliran proses pengaksesan materi ajar yang dapat dilakukan dalam suatu media berbasis multimedia.
b)   Detailed lesson flowchart, dalam flowchart ini dijelaskan detail arsitektur untuk setiap materi pelajaran yang dikembangkan.

Langkah-langkah tersebut di atas kemudian dikembangkan lagi oleh Tropin dalam Asyhar (2011:174) dalam bentuk proses perencanaan multimedia sebagai berikut ini:
a.    Analisis, analisis yang dimaksud di sini adalah analisis kurikulum yang berlaku, karena media yang dikembangkan adalah untuk tujuan pembelajaran.
b.    Pemilihan teknologi, tahapan ini ditentukan apa yang akan digunakan untuk merealisasikan hasil analisis kurikulum yang telah dilakukan. Hal ini disebabkan banyak authoring systems untuk pengembangan multimedia.
c.    Merancang desain, setelah analisis selesai dilanjutkan dengan perancangan desain media yang akan dibuat
d.    Menyusun storyboard dan prototype, tahapan ini setelah semua bahan siap dan lengkap. Storyboard adalah diagram alur cerita dari bahan ajar multimedia yang akan dibuat. Sedangkan, prototype bahan kasar untuk bahan ajar. Pada storyboard sudah tergambar jelas fragmen atau bagian dari gambar.
e.    Identifikasi dari pengumpulan materi. Pada bagian ini, diidentifikasi bahan materi yang diperlukan untuk pembuatan bahan ajar multimedia.
f.     Pembuatan bahan ajar, pada tahapan ini akan dilakukan impor bahan dan materi, pembuatan struktur navigasi, animasi, efek transisi, interaksi, dan lain-lain.
g.    Uji coba dan fine tuing, bahan ajar multimedia yang sudah selesai dibuat diujicobakan ke beberapa pengguna untuk memperoleh masukan dan uji coba dilakukan sebagai bahan perbaikan.

Adapun menurut Susilana (2009:132) mengemukakan rancangan multimedia adalah sebagai berikut:
a.       Pembuatan garis besar program media (GBPM),
b.      Pembuatan flowchart,
c.       Pembuatan storyboard,
d.      Pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan,
e.       Pemograman, dan
f.        Finishing

DAFTAR PUSTAKA
Abrori, Saiful. (2014). Pengaruh penggunaan multimedia dan media gambar terhadap hasil belajar siswa SD. Terdapat pada http://eprints.Uns.Ac.Id/14140/1/418-1078-1-PB.Pdf. Diakses pada tanggal 22Maret 2017.
Agus, Suprijono. (2012). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakrta: Pustaka Pelajar.
Ariani, N. (2010), Pembelajaran Multimedia di Sekolah, Jakarta: Prestasi Pustaka Karya.
Arifin, D. (2012). Pengaruh Penerapan CD Multimedia Interaktif Terhadap Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Aspek Mengingat Dan Memahami Dalam Pembelajaran Biologi Pada Materi Sistem Saraf. STKIP Garut.
Arsyad, Ashar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.
Asyhar, Rayanda. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Gaung Persada (GP) Press Jakarta. Jakarta
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-teori Belajar.Jakarta: Erlangga.
Darmawan, D (2010a), Pemograman Pembelajaran: Computer Assisted Instruction Konsep dan Aplikasi, Bandung: Arum Mandiri.
Darmawan, D. (2013b), Teknologi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Darmawan, D. (2014d), Inovasi Pendidikan, Pendekatan Praktek Teknologi Multimedia dan Pembelajaran Online , Bandung: Remaja Rosdakarya.
Daryanto. (2013). Strategi dan tahapan mengajar (Bekal keterampilan dasar bagi guru). Bandung: CV Yrama Widya.
Depdikbud (2003), Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Fokus Media.
Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hanafiah. (2012). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Komara, E. (2014). Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama.
Sanjaya, W. (2014a), Media Komunikasi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Sanjaya, W. (2015b), Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Sardiman, A. M. (2011). Belajar dan Mengajar Interaksi dan Motivasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudrajat, Akhmad. (2009). Strategi Pembelajaran kooperatif Metode Group Investigation. Http//www.Akhmad sudrajat.wordpress.com. (Diakses tanggal 8 April 2018 pukul 20.25 WIB)
Sugiyono, (2015), Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Surya, M. (2004a), Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Surya, M. (2014b), Psikologi Guru , Konsep dan Aplikasi, Bandung: Alfabeta.
Surya, M. (2015c), Strategi Kognitif Dalam Proses Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
Susilana, R & Riyana, C (2009), Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
STKIP, (2017).  Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,  Garut: Program Pascasarjana.
Warsita, B, (2008), Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta.

www. wikipedia. com (diakses pada tanggal 8 April 2018 pukul. 10.00 WIB). 




0 komentar:

Posting Komentar

PEMBELAJARAN JARAK JAUH MENGGUNAKAN APLIKASI SKYPE

PEMBELAJARAN JARAK JAUH MENGGUNAKAN APLIKASI SKYPE Oleh: Arif Saeful Hikmat Dewasa ini perkembangan teknologi semakin maju hingga...